Unjuk rasa universitas Jepang 1968–1969

Protes universitas Jepang 1968–1969
Bagian dari Unjuk rasa 1968 dan Perang Dingin
LokasiJepang
SebabBerdirinya Kiri Baru di Jepang
MetodeMenduduki gedung kampus
Pihak terlibat

Mahasiswa

  • Zenkyōtō
  • Zengakuren
  • Pro-Partai Komunis Jepang serta Minseidō
  • Chūkaku-ha
  • Kakumaru-ha
  • Shaseidō Kaihō-ha
  • Second Bund
  • Grup lain dalam Kiri Baru Jepang

Jepang Pemerintah

  • Kementerian Pendidikan
  • Badan Kepolisian Nasional (Jepang)
  • Administrasi universitas individu
  • Kelompok mahasiswa konservatif dan sayap kanan
Tokoh utama
Kepemimpinan yang tidak terpusat:
Takaaki Yoshimoto
Kan'ichi Kuroda
Yoshitaka Yamamoto
Mitsuko Tokoro
Akehiro Akita
Pemerintah Jepang:
Eisaku Satō

Pada tahun 1968 dan 1969, protes mahasiswa di beberapa universitas Jepang akhirnya memaksa penutupan kampus secara nasional. Dikenal sebagai daigaku funsō (大学紛争, terj. har. 'masalah kampus')[1] atau daigaku tōsō (大学闘争, 'perjuangan di kampus'),[2] protes tersebut adalah bagian dari siklus protes di seluruh dunia pada tahun 1968[3] dan siklus protes Jepang akhir tahun 1960-an, termasuk Protes Anpo di tahun berikutnya[4] serta perjuangan melawan pembangunan Bandara Narita.[5] Awalnya mahasiswa berdemonstrasi menentang masalah praktis di universitas dan akhirnya membentuk Zenkyōtō di pertengahan 1968 untuk mengorganisir diri. Undang-Undang tentang Tindakan Sementara tentang Manajemen Universitas mengizinkan pembubaran pengunjuk rasa pada tahun 1969.

Demonstrasi diselenggarakan untuk memprotes magang yang tidak dibayar di Universitas Tokyo. Membangun organisasi mahasiswa dan protes selama bertahun-tahun, organisasi mahasiswa berhaluan Kiri Baru mulai menduduki gedung-gedung di sekitar kampus. Kampus utama lain tempat protes berasal adalah Universitas Nihon. Mereka mulai dengan ketidakpuasan mahasiswa atas dugaan korupsi di dewan direksi universitas. Di Nihon, protes tidak terlalu didorong oleh ideologi dan lebih oleh pragmatisme karena sifat universitas yang tradisional dan konservatif. Gerakan tersebut menyebar ke universitas-universitas Jepang lainnya, meningkat menjadi kekerasan baik di kampus maupun di jalanan. Pada akhir tahun 1968, pada puncak gerakan, ribuan mahasiswa memasuki Stasiun Shinjuku dan terjadi kerusuhan. Pertikaian antar faksi (uchi-geba, 内ゲバ)[6][7] merajalela di kalangan siswa saat itu. Pada Januari 1969, polisi mengepung Universitas Tokyo dan mengakhiri protes di sana, yang menyebabkan semangat baru dari mahasiswa di universitas lain, di mana protes berlanjut. Namun, ketika opini publik tentang mahasiswa turun, dan polisi meningkatkan upaya mereka untuk menghentikan protes, gerakan mahasiswa memudar. Pengesahan Undang-undang Tindakan Sementara tentang Manajemen Universitas memberi polisi dasar hukum untuk menerapkan lebih banyak kekuatan ketika membubarkan sebagian besar gerakan, meskipun kelompok sempalan dari kelompok Kiri Baru, seperti Tentara Merah Bersatu melanjutkan kekerasan mereka hingga tahun 1970-an.

Para mahasiswa mendapat inspirasi ideologis dari karya para teoretisi Marxis seperti Karl Marx dan Leon Trotsky, filsuf eksistensialis Prancis seperti Jean-Paul Sartre dan Albert Camus, dan filosofi lokal sekaligus penyair dan kritikus Jepang Takaaki Yoshimoto.[8] Interpretasi Yoshimoto tentang "otonomi" (jiritsusei) dan "subjektivitas" (shutaisei) didasarkan pada kritiknya terhadap interpretasi liberal progresif dari ide-ide ini oleh intelektual Jepang lainnya seperti Masao Maruyama, yang dia kecam sebagai orang yang munafik.[9] Pengabdian siswa terhadap shutaisei khususnya pada akhirnya akan mengarah pada disintegrasi gerakan mereka, karena mereka semakin fokus pada "penyangkalan diri" (jiko hitei) dan "kritik diri" (hansei).[8]

Masalah universitas membantu munculnya gerakan (Ūman Ribu) yang di prakarsai oleh Mitsu Tanaka. Sementara itu sebagian besar hal telah diselesaikan pada tahun 1970-an dan banyak siswa telah berintegrasi kembali ke dalam masyarakat Jepang, unjuk rasa ini melahirkan jalan mereka ke bidang budaya, termasuk menginspirasi penulis seperti Haruki Murakami dan Ryū Murakami. Tuntutan politik mahasiswa memindahkan reformasi pendidikan ke agenda teratas pemerintah Jepang, yang coba diatasi melalui organisasi seperti Dewan Pusat Pendidikan. Protes telah menjadi subyek media populer modern, seperti film tahun 2007, United Red Army yang disutradarai oleh Kōji Wakamatsu.

Referensi

  1. ^ Schoppa 2002, hlm. 46.
  2. ^ Shiozawa 2017, hlm. 545.
  3. ^ Evans 2009, hlm. 334.
  4. ^ Weiss & Aspinall 2012, hlm. 66.
  5. ^ Kapur 2018, hlm. 152.
  6. ^ Andrews 2016, hlm. 75.
  7. ^ Tsuzuki 1970, hlm. 515.
  8. ^ a b Kapur 2018, hlm. 151.
  9. ^ Kapur 2018, hlm. 151, 166–167.

Daftar Pustaka

Buku

  • Anderson, Ronald Stone (1959). Japan, Three Epochs of Modern Education. U.S. Department of Health, Education, and Welfare, Office of Education. 
  • Andrews, William (15 August 2016). Dissenting Japan: A History of Japanese Radicalism and Counterculture from 1945 to Fukushima. Hurst. ISBN 978-1-84904-919-1. 
  • Beer, Lawrence W. (1 May 2009). Human Rights Constitutionalism in Japan and Asia: The Writings of Lawrence W. Beer. Global Oriental. ISBN 978-90-04-21303-6. 
  • Dowsey, Stuart J.; Ikeda, Kazuo (October 2012). Zengakuren: Japan's Revolutionary Students. Ishi Press International. ISBN 978-4-87187-050-4. 
  • Harris, George L.; Liebow, Elliot; Muhlenberg, Frederica; Rakowska-Harmstone, Teresa; Rintz, Frances Chadwick; Smith, Harvey H.; Suda, Frances K.; Uyehara, Hilary Mitsuo (1964). U.S. Army Area Handbook for Japan. U.S. Government Printing Office. 
  • Jesty, Justin (15 September 2018). Art and Engagement in Early Postwar Japan. Cornell University Press. ISBN 978-1-5017-1506-8. 
  • Kapur, Nick (2018). Japan at the Crossroads: Conflict and Compromise after Anpo. Cambridge, MA: Harvard University Press. ISBN 978-0674984424. 
  • Leestma, Robert; August, Robert L.; George, Betty; Peak, Lois; Shimahara, Nobuo; Cummings, William K.; Stacey, Nevzer G. (1987). A Report from the U.S. Study of Education in Japan. U.S. Department of Education. 
  • Schieder, Chelsea Szendi (22 January 2021). Coed Revolution: The Female Student in the Japanese New Left. Duke University Press. ISBN 978-1-4780-1297-9. 
  • Schoppa, Leonard James (11 March 2002). Education Reform in Japan: A Case of Immobilist Politics. Routledge. ISBN 978-1-134-86516-1. 
  • Shibata, Masako (2005). Japan and Germany Under the U.S. Occupation: A Comparative Analysis of Post-war Education Reform. Lexington Books. ISBN 978-0-7391-1149-9. 
  • Shigematsu, Setsu (2012). Scream from the Shadows: The Women's Liberation Movement in Japan. University of Minnesota Press. ISBN 978-0-8166-6758-1. 
  • Weiss, Meredith Leigh; Aspinall, Edward (2012). Student Activism in Asia: Between Protest and Powerlessness. U of Minnesota Press. ISBN 978-0-8166-7969-0. 

Jurnal dan artikel

  • Daliot-Bul, Michal (2014). "The Formation of 'Youth' as a Social Category in Pre-1970s Japan: A Forgotten Chapter of Japanese Postwar Youth Countercultures". Social Science Japan Journal. 17 (1): 41–58. doi:10.1093/ssjj/jyt025. JSTOR 43920418. Diakses tanggal May 12, 2021. 
  • Evans, Sara M. (2009). "Sons, Daughters, and Patriarchy: Gender and the 1968 Generation". The American Historical Review. 114 (2): 331–47. doi:10.1086/ahr.114.2.331. JSTOR 30223782. Diakses tanggal April 15, 2021. 
  • Fuse, Toyomasa (October 1969). "Student Radicalism in Japan: A 'Cultural Revolution'?". Comparative Education Review. 13 (3): 325–342. doi:10.1086/445430. JSTOR 1186545. Diakses tanggal April 26, 2021. 
  • Kersten, Rikki (September 2009). "The Intellectual Culture of Postwar Japan and the 1968-1969 University of Tokyo Struggles: Repositioning the Self in Postwar Thought". Social Science Japan Journal. 12 (2): 227–245. doi:10.1093/ssjj/jyp030. JSTOR 40649684. Diakses tanggal April 16, 2021. 
  • Marotti, William (February 2009). "Japan 1968: The Performance of Violence and the Theater of Protest". The American Historical Review. 114 (1): 97–135. doi:10.1086/ahr.114.1.97. Diakses tanggal April 26, 2021. 
  • Oguma, Eiji (2015). "Japan's 1968: A Collective Reaction to Rapid Economic Growth in an Age of Turmoil". The Asia-Pacific Journal. 13 (12): 1–27. Diakses tanggal May 11, 2021. 
  • Shiozawa, Yoshinori (2017). "Professor Aoki when he was interested in dynamic processes in the market economy". Evolutionary and Institutional Economics Review. 14: 541–554. doi:10.1007/s40844-017-0083-4. Diakses tanggal July 14, 2021. 
  • Steinhoff, Patricia G. (2013). "Memories of New Left protest". Contemporary Japan. 25 (2): 127–165. doi:10.1515/cj-2013-0007 alt=Dapat diakses gratis. Diakses tanggal July 14, 2021. 
  • Strecher, Matthew C. (1999). "Magical Realism and the Search for Identity in the Fiction of Murakami Haruki". The Journal of Japanese Studies. 25 (2): 263–298. doi:10.2307/133313. JSTOR 133313. Diakses tanggal May 12, 2021. 
  • Sunada, Ichiro (1969). "The Thought and Behavior of Zengakuren: Trends in the Japanese Student Movement". Asian Survey. 9 (6): 457–474. doi:10.2307/2642436. JSTOR 2642436. Diakses tanggal April 26, 2021. 
  • Tsurumi, Kazuko (1970). "Some Comments on the Japanese Student Movement in the Sixties". Journal of Contemporary History. 5 (1): 104–12. doi:10.1177/002200947000500107. JSTOR 259983. Diakses tanggal April 26, 2021. 
  • Tsuzuki, Chushichi (1970). "Anarchism in Japan". Government and Opposition. 5 (4): 501–22. doi:10.1111/j.1477-7053.1970.tb00513.x. JSTOR 44484495. Diakses tanggal April 26, 2021. 

Bacaan lanjutan

  • Miyazaki, Manabu (2005). Toppamono: Outlaw. Radical. Suspect. My Life in Japan's Underworld. Tokyo: Kotan Publishing. ISBN 0970171625. OCLC 823709000.  Writer Manabu Miyazaki's autobiography; he participated in the protests at the University of Tokyo and describes them in detail.
  • Oguma, Eiji (2009). 1968 (dalam bahasa Jepang). Tokyo: Shin-yo-sha. ISBN 9784788511637.  Sociologist Eiji Oguma's account of the university struggles.

Pranala luar